selamat datang

Sabtu, 24 Agustus 2013

Secarik Lembar Suara Kami

Kami adalah para pencari, pencari ilmu dan pencari pengalaman. Jangan bilang kami pencari masalah, jangan bilang kami pencari cinta, kami memang terbentur cinta, tapi itu bukan tujuan kami. Kami menempati sebuah kamar siap huni, dengan pecahan keramik memenuhi setiap rongganya. Seratus tujuh puluh lima kami keluarkan tiap bulan, tapi kami tak mendapatkan apa yang tiap kali kami suarakan. Kami adalah INTERMEZZO.
            Kini kami hanya bertujuh, mengarungi hari demi hari yang kian kali kian menyayat hati. Menikmati suara cetar membahana wanita dengan usia lanjut, memakan seadanya makanan kemarin sore adalah hal yang lumrah dalam perjalanan hidup kami disini. Tujuh hari dalam seminggu, penderitaan terus mendera dan ditebus hanya dengan satu hari kebahagiaan semu, lalu dilanjutkan perjuangan. Inilah hidup kami disini.
            Di pagi buta, suara menggelegar itu membahana, memenuhi seluruh ruang kecil kamar kami. Kami bergegas bangun, sebagian dari kami turun untuk mengambil air wudhu, sebagian lagi ada yang menunda sholat dan menyusup ke kamar mandi ada pula beberapa dari kami yang menetap di kamar. Inilah kami, para pembangkang.

            Sholat subuh usai, kami berebutan memakai kamar mandi. Bagaimana tidak, tujuh insan hanya mendapat satu kamar mandi itupun jika baknya terisi air. Sebagian mandi, sebagian lagi sarapan. Bukan roti dengan selai berteman susu, atau nasi dengan ayam goreng kremes yang kami santap, melainkan hanya seonggok tempe atau tahu menemani sepiring nasi, itupun sudah beruntung. Tak jarang kami hanya memakan lauk dan sayur mix kemarin sore, sungguh tak bergizi. Acara pagi ini selesai, kami para pencari telah rapi memakai seragam putih biru tua kami, melangkah ceria menuju sekolah, tempat yang setidaknya lebih nyaman untuk kami singgahi. Berjajar-jajar kami berjalan, membentuk sebuah formasi yang takkan hilang dalam memori, tapi sesaat kami berhambur. Lari pontang-panting tak karuan, kami baru saja melewati pertigaan, tempat seram versi kami. Lihat saja, seorang lelaki setengah menceng dengan genitnya mengejar kami. Dan itu telah berlangsung dua tahun lamanya. Jika dihitung-hitung, penderitaan itu belum sepenuhnya lenyap, ini baru pukul setengah tujuh masih ada berjam-jam lagi penderitaan yang menanti kami. Oleh sebab itu, kami melampiaskannya dengan kebodohan-kebodohan untuk membangkang. Selagi kami belum bisa mendapat seratus tujuh puluh lima kami dengan layak, maka kejahilan kami akan terus bertahan. Sempat terpikir untuk bertaubat, menimba-nimba ini sebagai bahan pelajaran hari demi hari, tapi mana kuat jika harus begini terus. Jangankan untuk penambahan kamar mandi, pecahan keramik itu masih diam teronggok bisu menemani hari-hari kami di ruang hampa ini. Sementara janji palsu terus mengalir, menyumpal sementara mulut-mulut kami, tengok saja atap di atas. Bocor tak henti membasahi kamar ini jika tangisan langit menimpanya, dan panasnya sungguh menyengat jika siang tiba. Kami menyadari tak ada yang sempurna, kamipun tak pernah meminta kesempurnaan, kami hanya minta kelayakan, sebagaimana seratus tujuh puluh lima yang kami serahkan tiap bulan, yang sepertinya tak salah jika ditanyakan kemana larinya. Ya, kamilah para pembangkang! Kamilah para pembangkang! Sekali lagi, kamilah para pembangkang!

Mesir, jenggot Dan Cadar Diburu

ABDUL SALAM BADR tak punya pilihan selain mencukur jenggotnya untuk menyelamatkan diri dari sasaran pemerintah dan militer Mesir yang kini memburu para pendukung presiden Islamis terguling Mohamad Mursy.
Hari-hari belakangan ini, tanda-tanda kesalehan yang jelas, sudah cukup untuk menarik kecurigaan pasukan keamanan di tempat-tempat pemeriksaan ibukota Kairo dan milisi sipil yang ingin menyerang kaum Islamis.
“Saya sedang menumpang taksi menuju kamar mayat, mengangkut mayat teman saya yang terbunuh dalam demonstrasi,” kata Badr dikutip DW. DE.
“Saya diberhentikan oleh sekelompok milisi karena saya berjenggot,” tambah laki-laki 29 tahun itu, yang mengaku bukan anggota setia kelompok organisasi politik manapun.
“Satu-satunya yang menyelamatkan saya adalah kenyataan bahwa saya sedang membawa mayat.”
Dan kemudian, di sebuah salon kecil berdebu, ia mencukur jenggotnya, “karena hidup akan lebih aman tanpa jenggot.”
Perburuan jenggot
Penggulingan Mursy, yang didukung kelompok al Ikhwan al Muslimun, telah memicu sebuah perburuan atas mereka yang dianggap sebagai para pengikutnya.
Kampanye ini dipupuk oleh media lokal Mesir, yang sepanjang hari menyiarkan gambar-gambar lelaki bersenjata yang dituduh melepaskan tembakan ke arah pasukan keamanan selama demonstrasi. [baca juga: Pakar Heran Media Mesir dukung Militer Gunakan Kekerasan]
Salah satu video yang memperlihatkan laki-laki berjenggot dengan bendera jihad menyerang laki-laki muda setelah mereka dilempar dari atap sebuah blok apartemen di Alexandria, telah menambah hiruk pikuk.
Media lokal dan pemerintah juga memberi label keras dengan menggeneralisir Ikhwanul Muslimin sebagai “teroris“.
Apa yang disebut sebagai “Komite Rakyat“ -- milisi yang tumbuh di lingkungan warga – telah menambah hidup semakin buruk, dengan memberi kesempatan warga untuk melampiaskan kemarahan, khususnya di Kairo setelah jam malam diberlakukan.
Laki-laki berjenggot atau perempuan dengan cadar penuh menutupi wajah atau niqab, sering dikaitkan sebagai Muslim relijius, dan dihubung-hubungkan sebagai pendukungIkhwanul Muslimin.
Menanggung Kekerasan Ikhwanul Muslimin
Sejumlah pemimpin Ikhwan selama ini berusaha mempromosikan pemakaian cadar selama satu tahun masa kekuasaan Mursy.
Tapi kini, simbol-simbol agama itu telah menjadi sesuatu yang tidak menguntungkan.
“Orang-orang yang memiliki jenggot harus membayar kekerasan yang dilakukan kelompokIkhwanul Muslimin dan kelompok Islamis lainnya” dalam beberapa hari terakhir, kata May Moujib, seorang professor politik di Universitas Kairo.
Mereka yang terkena dampak berkisar mulai dari anggota Ikhwanul Muslimin yang sebenarnya hingga mereka yang tidak punya afiliasi dengan kelompok itu tapi kebetulan menyukai jenggot.
Seorang fotografer Barat memutuskan mencukur jenggotnya setelah berulangkali ditegur di jalanan dan bahkan diancam oleh orang Mesir yang salah mengira dirinya sebagai seorang anggota Ikhwanul Muslimin.
Seorang sopir taksi berjenggot, mengakui bahwa para pelanggan semakin enggan menggunakan jasanya.
“Ini mungkin awal kampanye untuk memboikot para sopir taksi berjanggur,“ kata dia.
Mohammed Ibrahim, seorang apoteker yang berjenggot, terpaksa mengubah rute dan waktu perjalanannya ke tempat kerja untuk menghindari “ketegangan dengan komite rakyat.”
Kompensasi Relijius
Seiring dengan tindakan keras, berbagai laporan menyebutkan bahwa sejumlah ulama telah memberikan ‘kompensasi relijius‘ kepada mereka yang ingin mencukur jenggot untuk menghindari sasaran kemarahan.
“Kebencian orang-orang bahkan lebih buruk dari pelecehan yang dilakukan polisi,” kata Mohamed Tolba, seorang pengikut Salafy.
“Kami sedang menjalankan prinsip Islam, tapi kami menghadapi kebencian masyarakat,” kata Tolba, yang baru-baru ini meluncurkan komik online yang mencoba membongkar stereotip yang sering dilekatkan kepada kelompok Salafy.
“Menyasar mereka yang berjenggot adalah perilaku tercela yang mengancam kehidupan bersama yang damai di antara orang Mesir,” demikian peringatan Nivine Messad, seorang ahli politik lainnya dari Universitas Kairo.
“Itu adalah tanda-tanda buruk bagi masa depan, dan sebuah indikasi perpecahan diantara warga Mesir,” kata dia.
“Kepala dingin harus masuk untuk mengakhiri kekerasan dan hasutan.”*
Rep: 
Panji Islam
Editor: Cholis Akbar